Posted by: ichsandika | July 24, 2009

Vonis Kronis

Mujarab, kawan kita yang satu itu, rupanya sedang tertimpa musibah yang amat memprihatinkan. Pasalnya, salah seorang saudaranya, Maghdubi, melakukan tindakan yang sangat tidak terpuji. Bejat, nista tidak keruan. Memang, ada cerita aneh tentang sejarah namanya. Maghdubi merupakan anak angkat dari sodara sepupu keponakan kakek dari ayahnya Mujarab. Tentang bagaimana penemuan Maghdubi bisa sampai ke tangan orang tua angkatnya, tidak ada yang tau ceritanya. Tapi yang jelas, orang tua angkatnya sangat berharap bahwa anak yang diangkatnya ini tidak dan bukan dari golongan orang yang dimurkai Allah, Ghoiril Maghdubi ‘Alaihim. Yah, karena satu dan lain hal, panggilannya jadi Maghdubi, dan sikapnya pun jadi patut dimurkai. Begitulah…

Maghdubi memiliki hasrat ingin cepat kaya, seperti siapapun. Namun, kadar “cepat” dan “kaya” yang dihasratkan sudah melewati batas kewajaran, sehingga membuat urat malunya putus. Terabas sana terobos sini, sampai akhirnya Maghdubi terlibat dalam mafia tingkat tinggi. Keterlibatannya dalam mafia yang selalu lepas dari jeratan hukum, membuatnya menyimpan banyak rahasia dan kebohongan. Semua keluarga kena ditipu Maghdubi, termasuk Mujarab. Mujarab lah yang paling merasa ditipu karena setiap Maghdubi curhat tentang masalah apapun, Mujarab lah yang selalu memberikan solusi paling mujarab. Meskipun, sebenarnya hal itu merupakan bagian dari siasat pencitraan baik dari Maghdubi.

Suatu saat, Maghdubi terlibat, bahkan menjadi otak skenario pembunuhan jaksa. Kasus yang ditangani jaksa tersebut tidaklah besar, tapi kalau sampai kebenaran kasus itu terungkap, maka akan berujung pada kasus-kasus lain yang lebih besar. Inilah yang ditakuti oleh Maghdubi, karena jika jaksa tersebut berhasil, maka keterlibatannya pada kasus-kasus yang lebih besar itu pasti terendus oleh aparat. Jika sudah begitu, hancurlah apa yang selama ini sudah dibangun Maghdubi di bawah tanah. Jadi Maghdubi merasa lebih tenang dengan menghapus keberadaan jaksa tersebut. Tapi tetap saja, Maghdubi tidak bisa menghapus keberadaan Yang Maha Melihat.

Sampailah cerita kita di pengadilan kasus pembunuhan jaksa itu. Mujarab ikut hadir melihat sodaranya, memberikan doa agar diberikan yang terbaik dan adil oleh Allah Yang Maha Adil. Saat pengadilan dimulai, dan tim hakim diperkenalkan kepada seluruh peserta sidang, Maghdubi tampaknya mengenali muka hakim ketua. Raut wajahnya menandakan kekesalan dan kebingungan, dan ini tidak luput dari pengamatan Mujarab. Saat rendez-vouz di tahanan polisi, Mujarab mempertanyakan tentang perubahan roman muka Maghdubi saat melihat tampang hakim ketua.

Gua yakin betul hakim ketua itu terlibat, Rab…” kata Maghdubi.

Terlibat pembunuhan, Bi??! Kenapa ngga dibilang ke polisi?” Mujarab bingung.

Bukan pembunuhannya Rab, tapi gua yakin klo itu jaksa mati, hakim itu juga pasti lega. Kasus-kasus besar yang diincer sama jaksa itu, hakim ketua itu yang jadi mata-matanya Rab. Hakim ketua itu yang nyediain orang dalem.

Mujarab makin bingung,

Aduh, saya ngga ngerti Bi urusan-urusan kriminal. Tapi harusnya klo kamu tau yang begitu-begitu, kamu bisa dong seret dia ke pengadilan juga, kalo emang bener…

Maghdubi nunduk, “Dia itu hakim Rab, dia ngerti hukum. Justru karena dia punya power buat maen-maenin hukum, dia kita sogok. Sekarang kejadiannya malah dia yang mimpin sidang gua. Udah pasti lah gua divonis salah, malah mungkin dihukum mati sekalian. Cocok banget kan gua yang jadi kambing hitam, nama dia tetep bersih Rab…

Yah, saya nggak punya solusi deh buat urusan kamu yang itu. Yang penting, kamu sekarang tau kalo pasti ada balasan untuk setiap perbuatan kan. Sesali aja apa yang kamu pernah lakukan, dan ngga usah berharap-harap ato nyusun-nyusun rencana gimana cara nyeret hakim ketua itu.” Untuk sekali ini, omongan Mujarab didengerin bener-bener sama Maghdubi, tidak seperti kemarin-kemarin.

Sampailah pada penghujung rangkaian persidangan, yaitu pembacaan vonis. Seperti sudah diprediksi oleh Maghdubi dan diketahui oleh Mujarab, hakim ketua memberikan hukuman terberat untuk kasus pembunuhan berencana, yaitu hukuman mati. Pengacara Maghdubi langsung keberatan dan beranjak mengajukan banding, tapi ditahan oleh Maghdubi. Maghdubi, yang sudah malang melintang di dunia mafia, sudah malas untuk melanjutkan perkara dengan mafia-mafia tersebut. Maghdubi sadar bahwa inilah konsekuensi tindakan kejinya selama ini. Hadirin sidang pun, termasuk beberapa keluarga Mujarab, menyambut baik keputusan hakim ini, berharap hukuman mati itu dapat memberikan efek jera dan takut kepada mafia-mafia lain. Gegap gempita mulai terdengar dari peserta sidang, terutama dari keluarga almarhum jaksa baik itu. Sebelum memutus secara sah keputusan itu, hakim ketua menanyakan adakah keberatan atau sanggahan dari terdakwa. “Allah lah Yang Maha Adil, bukan kau, hey hakim!!!“, hanya itu gumaman kecil yang diucapkan Maghdubi, dan hanya sanggup terdengar oleh pengacaranya.

Hakim ketua merasa sudah saatnya mensahkan keputusannya. Hakim membacakan kembali putusannya, “Terdakwa terbukti bersalah, dan divonis hukuman mati oleh pengadilan“, sambil menahan senyum. Karena hiruk pikuk terdengar makin santer, maka menurut hakim ketua, suara ketokan palu harus terdengar lebih kencang. Diayunnya palu hakim lebih tinggi dan lebih kencang dari biasanya. Tiga ketokan, menurut aturan.

*TOK*, satu…

Kurang keras nih“, pikir hakim.

*TTOOKK*, dua…

Hmm, kencengin lagi ah. Biar gua puas…

*TTTOOOKK*krek…

Sepersekian detik, hanya sepersekian detik, setelah ketukan ketiga mensahkan hukuman mati Maghdubi, kepala palu hakim itu patah dan lepas dari gagangnya, terpental memantul ke arah sang hakim ketua, dan dengan manis menghantam ujung jidatnya. Karena ayunan terakhir diniatkan untuk berbunyi sekencang mungkin, maka kepala palu pun memiliki kecepatan yang sangat tinggi saat menyapa jidat hakim ketua. Karuan saja, otak sang hakim ketua yang saat itu sedang berdenyut kencang, akibat kegirangan karena merasa kasusnya akan aman dengan matinya Maghdubi, terkena SHOCK seketika, dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Sialnya lagi, gaya hidup yang kurang sehat membuat pembuluh darah yang ada didekat otak sang hakim ketua menjadi lemah, dan ikut terkena dampak shock tersebut, pecah burai.

Matilah hakim ketua itu ditempat, tepat setelah hakim itu mensahkan hukuman mati bagi Maghdubi. Hanya 2 orang yang tersenyum melihat kejadian itu. Maghdubi dan Mujarab…

Posted by: ichsandika | July 16, 2009

Dukung KPK, bagaimanapun!!!

Jujur saja, saya tulis postingan ini dengan penuh rasa benci. Kepala dan mata saya rasanya panas sekali. Sudah semenjak kasus pembunuhan Pak Nasruddin yang dikaitkan dengan sosok ketua KPK, Antasari Azhar, saya mengendus adanya bau tidak sedap. Bau busuk itu timbul karena kasus tersebut merupakan agenda awal dari skenario menjijikkan dan memuakkan yang harus dikutuk tanpa ampun!!! Saya tidak tau, tidak mau tau, dan tidak perlu tau bagaimana skenario itu dijalankan, tapi hasil akhir yang dituju oleh skenario itulah yang membuat hati saya terbelah. Skenario itu menginginkan hasil akhir yaitu KPK yang mandul dan bisa diatur. KPK yang tidak lagi memiliki kredibilitas, dan kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Saya tidak berhak sama sekali untuk menentukan apakah tuduhan-tuduhan terhadap KPK atau pimpinannya itu benar atau tidak. Saya tidak tahu apakah Pak Antasari Azhar benar-benar terlibat atau tidak dalam kasus pembunuhan itu, atau apakah benar ada kasus suap yang melibatkan pimpinan KPK lainnya. Satu hal yang jelas, kalau memang punggawa pemberantas korupsi itu melakukan tindak kriminal, apalagi korupsi, hukumannya harus 2 kali lipat dari hukuman terberat yang bisa ditimpakan pada koruptor. Kalau perlu lehernya digantung sambil ditembaki!!! Tapi, itu kalau memang terbukti melakukan kriminalitas…

Bau busuk yang saya endus sejak kemarin-kemarin itu bukan tanpa dasar. Seperti kita semua tau, kasus Antasari Azhar, sampai detik tulisan ini diketik, masih tidak jelas arahnya kemana. Saya tidak mau mempermasalahkan proses pengadilan atau penangkapan Pak Antasari, karena saya awam dengan proses hukum. Mengenai bukti-bukti dan proses pengadilan yang semestinya, saya serahkan saja lah pada lembaga peradilan untuk diselesaikan, dan kepada Allah SWT untuk dimudahkan jalannya. Yang saya permasalahkan adalah, kenapa tidak ada gelagat baik dari lembaga pemerintahan lain, seperti legislatif dan eksekutif, untuk membantu kelancaran jalannya proses peradilan Pak Antasari, demi KPK, lembaga yang dipimpinnya??! Semakin lelet prosesnya, maka rakyat Indonesia yang gemar bergosip dan gemar desas-desus akan semakin kehilangan kepercayaan kepada KPK. Pemerintah harusnya menyadari ini, dan membantu KPK, sebagai lembaga negara, dalam melewati masalah tersebut. Segera lah didorong supaya keputusan peradilan cepat dikeluarkan, sehingga tidak menjadi batu sandungan dalam pemberantasan korupsi. Hukum lah Antasari jika memang bersalah, atau bebaskan jika memang tidak bersalah. Jika memang buktinya cukup untuk menjadikan Antasari sebagai tersangka, maka segera itu dilakukan, pecat Antasari, sehingga KPK bisa bekerja tanpa harus memiliki pimpinan yang tersandung masalah hukum. Karena, pencitraan KPK sebagai lembaga pembersih yang harus selalu bersih menjadi sangat penting bagi bangsa yang hampir kehilangan semangat pemberantasan korupsi, dan malah justru sangat ingin terlibat korupsi supaya bisa kaya.

Apa yang selama ini kita lihat?? Pemerintah terkesan tidak membantu sama sekali, malah sebaliknya, membuat KPK seolah-olah berada dalam posisi yang salah. Padahal, itulah yang sangat diinginkan koruptor. Koruptor akan merasa sangat lega sekali jika rakyat tidak lagi melihat KPK sebagai lembaga yang punya wibawa. Pelintir saja faktanya sedikit, bumbui dengan isu disana-sini, maka koruptor akan dengan mudah menyelip dari balik besi penjara, bahkan sebelum masuk. Kita pernah dengar, bahwa sapu yang kotor tidak akan dapat membersihkan. Betul sekali, tapi ini bukanlah legitimasi untuk tidak “menyapu” dan “membersihkan”. Kalau sapunya kotor, tarik kotoran dari bulu sapu, lalu teruskan nyapunya. Bukan sapunya terus dibuang kan??

Perlu saya tekankan, bahwa saya, sebagai rakyat, mendukung sekali adanya lembaga KPK, dan saya sangat benci kalau ada yang mencoba-coba menyenggol KPK. Saya tidak pernah tahu, selain Pak Antasari Azhar, siapa saja orang yang bekerja untuk KPK. Sejauh yang saya lihat, KPK sudah bekerja dengan sangat baik. Buktinya, banyak sekali pejabat yang dijeburkan ke bui dan uang negara terselamatkan. Bukti berikutnya yang membuat saya senang, karena saya jadi bisa menyalurkan rasa benci saya, adalah ada beberapa lembaga negara yang mulai gerah dengan kinerja KPK. Ini merupakan sinyalemen yang baik karena sumber bau busuk yang saya endus mulai terbit buntutnya… Semakin ketahuan lembaga-lembaga mana saja yang selama ini kesal dengan kinerja KPK yang, mungkin menurut mereka, terlalu baik sehingga mengganggu “stabilitas” dan “kenyamanan” hidup mereka.

Jadi inget perkataan Harvey Dent/Two-Face di film The Dark Knight, “The night is darkest just before the dawn. And I promise you, the dawn is coming.” Saya yakin sekali rakyat tidak ingin KPK dihilangkan atau digantikan dengan lembaga apapun, melihat kinerja KPK yang selama ini cukup baik. Hanya orang-orang yang kepentingannya sangat terganggu dengan kerja KPK lah yang mencoba-coba mencoreng KPK. Tolong dipikirkan kembali, siapa yang paling senang dengan mandulnya KPK?? Koruptor, pastinya. Dan, jika anda tidak mendukung KPK dari hati anda, anda boleh dengan bangga mengatakan anda mendukung korupsi. Saya benci anda…

Posted by: ichsandika | June 30, 2009

Milih yang mana ya…?

Pemilu tinggal 9 hari lagi. Pilihan masih ngambang. 1.. 2.. 3.. 1.. 3.. 2..?? Aduuh, setengah-setengah gitu nggak bisa ya? Capresnya yang nomer itu, cawapresnya yang nomer ini…?! Ngga boleh ya? Hhhaaayyyhhh…. Pusing…

Seingat saya dulu, waktu taun 2004, pertama kali memilih presiden secara langsung, buat saya dan buat Republik ini, saya nggak sepusing sekarang. Saya termasuk beruntung jadi bagian sejarah, karena pertama kalinya Indonesia memilih pemimpin langsung, saya sudah cukup umur. Yah, memang umur pada waktu itu sudah cukup, tapi sebenernya otaknya belum mampu. Karena sayang kartu pemilih udah dicetak, ya ngikut-ngikut aja. Waktu itu pertimbangannya sangat simpel sekali. Dari 5 calon pasangan, dari awal saya sudah langsung pilih Pak Amien-Siswono. Pertimbangannya, Amien Rais lah pionir reformasi sebenarnya, yang lain pahlawan kesiangan semua. Kalo mao reformasi selesai, kasih ke yang mulai. Bang Haji Rhoma juga bilang, “Kau yang mulai, kau yang mengakhiri” (Kegagalan Cinta). Kenapa saya membeberkan pilihan saya ini, meskipun sebenarnya rahasia?? Karena, Pak Amien udah ngga bertarung lagi, dan, ngga ada yang berubah dengan Anda semua tau pilihan saya waktu itu kan!? Nah, Amien-Siswono ternyata ngga lolos ke putaran kedua… Akhirnya di putaran kedua, saya coblosin semua muka yang saya liat di kertas suara… Hhhaaayyyhhh….hihihi….

Karena dulu saya udah menetapkan hati, saya nggak pake lirak-lirik pasangan lain. Mungkin ada jeleknya juga pasangan lain ngga diliat-liat. Bisa jadi ada tawaran yang lebih menarik dari pasangan lain. Tapi sudahlah, pada waktu itu mungkin saya masih dungu. Dan yang mengejutkan, dari 3 pasang (6 orang) yang bersaing jadi Bos Medan Merdeka 2009-2014, empat orang adalah petarung Pilpres 2004! Dan diantara 4 orang itu, ngga ada satupun yang saya lirik di 2004!! Waduh, trus gimana caranya saya milih kalo gini. Saya jadi swing voter dong!? Hhhaaayyyhhh…. Pusing…

Dan, PARAHnya lagi, cuma ada 1(satu) orang dari 6 orang petarung 2009 yang isi kampanye-nya sering ditujukan untuk swing voter. Sementara 5 yang lain, semua hanya membujuk-bujuk pendukungnya supaya tidak mengganti pilihannya. Aduh, bapak-bapak, ibu, tolong lah, cerahkan pilihan saya. Saya sudah bosan untuk memilih the best of the worst!!! Masa’ untuk milih pemimpin 5 taun kedepan, saya musti milih yang bisa memberikan saya setidak-tidaknya kesengsaraan paling kecil!? Bapak-bapak dan Ibu kan mao memimpin untuk 2009-2014 kan? Dan itu adanya di masa depan kan?? Mohon bantuannya lah, jangan keseringan ngungkit-ngungkit masa lalu. Anda kan mau memimpin masa depan, jadi liat dulu kedepan. Kasih tau kami kedepannya Anda mao ngapain! Kasih alasan yang masuk akal. Buat kami tertarik dengan rencana-rencana Anda. Baru setelah itu, Anda bisa gunakan portfolio Anda untuk meyakinkan kami bahwa Anda lah sosok yang tepat untuk menjalankan rencana itu. Kalo rencana-rencana Anda saja sudah membuat saya tidak tertarik, saya tidak akan lihat apa yang sudah Anda perbuat dulu. Buat apa?! Saya ingin Indonesia maju, tidak mundur. Saya ingin Presiden yang lihat kedepan, bukan kebelakang. Begini loh, kalo Anda nyetir mobil, lebih sering liat mana, depan ato spion? Liat spion pun, muka Anda hadap depan kan!? Jadi, pikirkan yang akan Anda hadapi, jangan yang sudah Anda lalui.

Tinggal 9 hari lagi yah…? Menarik sekali sebenernya kalo kita jadi pengamat. Semua pasangan punya manuver-manuver yang keren-keren, meskipun kadang-kadang konyol juga untuk sosok sekaliber mereka. Banyak banget pelajaran yang bisa diambil untuk pendewasaan Republik ini. Jadi, bener-bener rugi orang yang apatis dan ngga peduli sama sekali sama Pilpres sekarang ini. Ada benernya juga MUI bilang golput haram. Lebih tepatnya, haram kalo ngga ambil pusing dan udah menetapkan dari awal ngga akan milih siapapun peserta Pemilu-nya. Tapi kalo setelah proses mempelajari dan mempertimbangkan, ngga ada hasil yang memuaskan, mao gimana lagi? Misalnya seperti saya tadi itu. Saya jatuh hati sama capres no. X, tapi ngga suka cawapresnya, karena saya jatuh hati sama cawapres no.Y, itu saya musti begimana ya?! Saya udah menentukan pilihan loh, ngga golput…

Hhhaaayyyhhh…. Pusing…

Posted by: ichsandika | June 18, 2009

Mari Berpolitik

Saya kemaren malem nonton acara di metro tv tentang kampanye salah satu cawapres, sebut saja namanya Prabowo (nama asli, red.) dalam bentuk presentasi. Awalnya, saya tidak terlalu berminat karena sudah (sedikit) muak dengan omong kosong politik. Tapi, ada yang menarik dalam acara kemarin itu. Sungguh, ini bukan untuk membela ataupun mendukung salah satu pasangan kandidat. Lagipula, artikel ini saja tidak akan cukup untuk menjadi bahan dukungan kok.

Yang membuat acara itu menjadi menarik adalah pergeseran cara berkampanye yang menurut saya cukup brilian. Karena, bukan hanya bermaksud untuk mencari dukungan, tapi juga bisa dijadikan bahan pembelajaran bagi rakyat (yang menonton) tentang kemana negara ini akan dibawa. Dalam presentasi Prabowo tersebut, dia mengajukan program-program yang akan dilakukannya jika nanti menjabat, dengan dukungan data-data, proyeksi, serta opini berdasarkan logika yang (menurut saya) valid. Prabowo memberikan kondisi real bangsa kita, mana yang jelek dan mana yang baik, lalu berdasarkan itu, Prabowo mengajukan program kerjanya. Setidaknya, ini yang saya suka, meskipun Prabowo tidak menang Pilpres, saya mendapat masukan tentang kondisi bangsa yang real (didukung data valid), dan saya jadi tau apa yang sebenarnya dibutuhkan negara ini kedepannya.

Didalam iklannya pun, Prabowo memberikan contoh yang saaannggggat kongkret tentang kondisi masyarakat kelas menengah kebawah. Ada seorang bapak yang hartanya dibawa pergi oleh debt collector. Saat ditanya sang istri kenapa sampai harus berhutang padahal ngga bisa bayar, bapak itu menjawab, “Habis gimana lagi, mao nyenengin anak kok…” Lalu sang anak diakhir iklan menyimpulkan bahwa untuk apa senang-senang sesaat kalo sebenernya ngga mampu untuk nyenengin (harus berhutang). Ini sungguh sindiran yang sangat menohok terhadap gembar gembor keberhasilan pemerintah. Sungguh, tim sukses Prabowo sangat jitu dalam melihat dan memodelkan kondisi Republik ini. Betul sekali, menurut saya, apa yang digambarkan dalam iklan itu. Ini bisa jadi bahan pembelajaran yang bagus untuk pemerintah kedepannya, siapapun yang menjabat. Pesan dari Prabowo adalah, kalo kondisi ekonomi kita sedang rusak hancur lebur, kenapa harus dibilang baik dan berhasil. Klaim keberhasilan tidak akan membuat bangsa ini benar-benar berhasil. Satu-satunya cara adalah dengan bekerja keras. Bagaimana kita bisa bekerja keras kalo kondisi real yang dihadapi saja kita tidak tau. Model kampanye pencerdasan begini lah yang patut wajib ditiru oleh siapapun yang akan berkampanye.

Saya tidak bilang bahwa dengan model kampanye begitu, maka saya menjatuhkan pilihan pada Prabowo, bukan. Yang saya harapkan adalah jangan lagi fokus kampanye itu hanya pcada pencitraan, klaim keberhasilan, bahkan banyak-banyakan ngumpulin massa dalam orasi kampanye. Kampanye model saling sindir dan saling tuding sebenernya boleh, tapi jangan pribadi yang diserang. Serang pola pikirnya, serang program kerjanya. Tidak boleh marah dan menuding lawan berbohong jika lawan punya data yang lengkap. Tidak boleh menuding lawan sombong jika ternyata memang lebih baik. Para kandidat itu ibarat pegulat yang naik ring dalam ajang Royal Rumble. Kalo dibanting, jangan merengek sama penonton, tapi piting balik. Kalo lawan dibanting tapi bediri lagi, jangan merengek sama wasit minta dimenangin, tapi banting lebih keras. Anda pegulat, petarung, tolong tunjukkan pada kami bahwa anda bisa bertahan bersama rakyat saat kondisi negara ini sedang genting. Bayangkan, baru dipiting sama pesaingnya saja sudah ciut, begimana kalo dipiting sama dunia internasional??! (haduh, jadi menggebu-gebu gini. Maklum masi muda, masi pagi…)

Terakhir, saya cukup kenyang dengan kampanye bualan banyolan pencitraan. Kita memilih presiden untuk bekerja atas nama rakyat dalam mengurus negara. Kita bukan mao memilih role model untuk dijadikan simbol. Kita ingin memilih pemimpin, bukan perhiasan. Jadi, rencana kerjanya dulu yang kita lihat, baru portfolio. Kalo rencana kerja saja masih ngambang, blom jelas, A’ i’ u’ A’ i’ u’, trus nanti pas jadi presiden mao ngapain?? Sudah lah, hentikan itu kampanye model lama, apalagi money politic, rakyat pun lama-lama muak dengan duit kagetan, 200-500 rebu pas kampanye pemilu. Tapi selama 5 taon setelah kampanye, ya cuma punya kas bersih 200-500 rebu itu. Lha wong idup setengah mati susahnya…

Saya juga mao nanggepin tentang cibiran beberapa orang terhadap capres yang duitnya banyak. Mereka tidak suka dengan capres-cawapres yang kaya raya karena dianggap tidak merakyat. Tidak bagi-bagi, maonya kaya sendiri. Padahal, kalo ditilik lagi, duit yang banyak itu datang dari bisnis. Terlepas dari apakah menggunakan jabatan atau tidak, tapi saya mau garis bawahi satu hal. Jaman dahulu, di jazirah Arab, ada seorang buta huruf yang mengatakan, “Jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah saat-saat kehancurannya“. Seorang buta huruf itu bernama Rasulullah Muhammad bin Abdullah SAW. Jadi, kalau negara ini mau kaya dan makmur, harus diserahkan urusannya kepada orang-orang yang tau bagaimana membuat negara kita kaya dan makmur. Pertanyaannya: Mungkinkah, seseorang yang tidak bisa memperkaya dirinya, mampu memperkaya satu negara?

Silakan jawab sendiri lah, menurut lo?

Posted by: ichsandika | June 4, 2009

Masyarakat Fitnah

OK, anak anda disiksa. Disiksa oleh suaminya. Suaminya adalah salah satu keluarga kerajaan negara tetangga. Sekarang, anda sudah menganggap anak anda bebas. Bebas dari cengkraman suaminya yang (katanya) suka menyiksa anak anda. Anda mengambil kesempatan di saat-saat yang sangat tepat. Saat negara tetangga itu mulai mengaduk-aduk wilayah kami. Akibatnya, kami semua benci dengan negara tetangga kami itu. Betapa kurang ajarnya mereka, sudah wilayah kami dicuil-cuil, anak gadis kami mereka siksa?! Dan, ya, tepat sekali, kita semua pasti akan berpikir seperti itu jika kita sering menonton TV. Ya, TV. Ibu dan anak itu tampak sangat tersiksa sekali didepan layar kaca kita. Begitu tersiksanya mereka, sehingga untuk ke dokter dan ke polisi saja tidak sempat. Begitu tersiksanya mereka, sehingga habis air mata dan darah mereka untuk datang ke studio infotainmen. Begitu tersiksanya mereka, sehingga tidak sanggup untuk meminta visum dari dokter, dan mengajukan gugatan resmi ke polisi. Aaah, kasihan, sungguh kasihan. Tidak adakah dari kita yang tergerak untuk mengasihani dan membantu mereka menunjukkan jalur yang benar…?

Apa yang ada dibenak anda saat melihat foto Tengku Fakhry? Betapa biadabnya orang itu… Tuh lihat, mukanya saja nyebelin… Berbagai macam celaan mampir di otak anda. Padahal, yang beredar selama ini hanyalah dugaan. DUGAAN. Jika anda sakit pilek campur demam, lalu dokter anda menduga ada virus flu babi di badan anda, apa yang paling tidak anda harapkan? Yang paling tidak anda harapkan adalah ada bukti yang menguatkan dugaan dokter tersebut. Kunci yang membedakan dugaan dan kenyataan adalah bukti. BUKTI. Seandainya dokter tidak memperlihatkan bukti yang menguatkan dugaan bahwa anda terkena flu babi, tapi dokter anda memberikan anda perawatan anti flu babi, disuntik macem-macem. Apa yang anda lakukan? Pasti protes dong, minta buktinya dulu… Kalau anda tidak protes, berarti memang mungkin anda pantas terkena flu babi lah… Nah, jika untuk urusan ini anda minta bukti, kenapa urusan Manohara anda tidak minta bukti?

Dugaan itu timbul dari proses berpikir deduksi dan/atau induksi. Dugaan merupakan salah satu cara manusia untuk bertahan hidup. Anda boleh membenci seseorang berdasarkan dugaan-dugaan yang anda tuduhkan atas orang tersebut, tapi ya hanya sekedar benci. Begitu anda menyebarkan kebencian anda berdasarkan dugaan itu, maka yang terjadi adalah anda melakukan kejahatan. Kejahatan yang oleh Muhammad Rasulullah SAW dinilai sebagai kejahatan tingkat tinggi. Kejahatan yang lebih keji, lebih sadis, lebih menjijikkan, daripada pembunuhan. Begitu anda menyebarkan kebencian anda berdasarkan dugaan itu, maka yang terjadi adalah anda melakukan FITNAH…

Inilah dia, yang selama ini selalu diangkat oleh infotainmen. Dugaan dan opini itu selalu diarahkan untuk membangkitkan kebencian kita. Kenapa masyarakat kita ini sudah sedemikian kasarnya menanggapi hal-hal yang terjadi disekitar kita? Tidak adakah ruang untuk toleransi? Tidak adakah ruang untuk penilaian yang lebih santun? Apakah su’uzhon sudah dianggap lebih baik daripada husnuzhon? Hal ini kian hari kian parah, karena gejala fitnah ini mulai mengakar di masyarakat. Yang tua menularkan ke yang muda. Yang muda suatu saat akan menjadi penerus bangsa. Saat para pemuda, yang memiliki mindset “fitnah”, mengurus negara ini, adakah keadilan? Adakah kebijakan? Adakah sportifitas, keluhuran, sopan santun, keagungan? Sudahkah hal ini menjadi perhatian orang tua untuk anak-anaknya?

Pernah denger kejadian dimana Koes Bersaudara dipenjara sama Bung Karno karena musik “ngakngikngok”? Apa sebabnya Bung Karno mengeluarkan kebijakan revolusioner tersebut? Penyebabnya adalah, ketakutan Bung Karno akan pengaruh musik “ngakngikngok” itu terhadap mental bangsa, terutama pemuda, yang dianggap membuat mental bangsa menjadi mental tempe. Apakah tindakan tersebut bisa dianggap benar? Atau salah? Bukan, bukan itu pertanyaannya. Seharusnya, “Apakah ada pemuka negara yang memikirkan mental bangsa, terutama pemuda, sehingga berani mengambil langkah tegas, meskipun tidak populis, demi menyelamatkan masa depan bangsa?” Adakah capres yang mau memikirkan bagaimana caranya membungkam infotainmen? Jika ada, saya yakinkan anda, wahai capres, bahwa satu suara saya untuk anda!

Saya ada cerita tentang teman saya, bernama Mujarab (bukan nama sebenarnya). Kami sedang mengantri didepan ATM. Saat itu awal bulan, meskipun ada beberapa ruang ATM, tetap saja antriannya sangat panjang. Karena saya yang parkir kendaraan, antrian kami berselang 2 orang. Setelah menunggu di antrian selama 10 menit, Mujarab masuk ke ruang ATM. Hanya berselang 1 menit, Mujarab keluar ruangan dengan muka mengenaskan. “Uangnya ngga bisa keluar cuy…”, katanya pada saya. Sontak kedua orang didepan saya langsung panik, “Waduh, rusak yah…”, “Udah ngantri lama-lama, malah rusak lagi…”, “Pindah aja lah ke antrian sebelah”. Dan tentu saja tindakan yang diambil kedua orang itu langsung diikuti oleh orang-orang dibelakang saya. Dalam hitungan detik, pengantri dibelakang saya sudah melebur di antrian lain. Ada satu hal yang tidak dilakukan oleh mereka, yang saya lakukan, yaitu “Kenapa Rab ATMnya? Uangnya abis ato jaringannya putus?” Lalu Mujarab, sambil sedikit berjalan cepat meninggalkan saya didepan pintu ATM, berbisik pelan pada saya, “Bukan cuy, rekening gua ludes, bokap belom transfer…” dengan muka serius. Ya sudah, saya masuk saja buat ambil duit.

Pesan saya adalah, bertanya mungkin membuat anda terlihat bodoh, tapi akan mencegah anda bertindak bodoh

Posted by: ichsandika | June 2, 2009

Mujarab

Di sebuah negara, seorang Pejabat tinggi setara mentri mengadakan kenduri besar-besaran. Anak perawannya, yang berprofesi sebagai artis, diambil Sultan negara tetangga. Hampir seluruh pejabat eselon 2 keatas diundang untuk datang. Tamu-tamu dari mancanegara pun diundang karena pasangan pengantennya lintas negara. Untuk mengakomodasi kedua keluarga yang berbeda negara, pesta akbar pun diadakan di kedua negara. Berbulan-bulan persiapan resepsi itu dilakukan dengan menguras banyak tenaga dan harta.

Pesta pertama diadakan di negara si pejabat karena menurut adat, pesta pertama harus dilakukan dirumah penganten perempuan. Disewalah ballroom hotel termegah di negara itu, Hotel Cap Surga. Persis disebelah belakang hotel itu, berdiamlah seorang miskin lulusan SMU, bernama Mujarab. Melihat dilingkungan rumahnya orang-orang pada sibuk, Mujarab pun bingung karena dirinya tidak disertakan dalam hiruk pikuk itu. Mujarab, yang tidak tahan, bertanya kepada ketua warga sekitar. Saat dijelaskan mengenai hajatan itu, Mujarab merasa dirinya juga bisa berpartisipasi, tapi dilarang oleh ketua warga karena cuma lulusan SMU.

Kesal dengan penjelasan ketua warga, Mujarab pun pulang kerumahnya yang sempit sambil memeras otak.

Pada hari kenduri dilaksanakan, Hotel Cap Surga dipenuhi oleh wartawan yang beradu desak dengan Sekuriti berbadan besar. Wartawan tidak mau ketinggalan secuil pun foto dari undangan maupun empunya acara. Berhubung yang diundang adalah warga-warga kelas atas, pengamanan pun tidak mau mengambil resiko sedikit pun. Ibaratnya, ingus orang bersin musti ijin kalo mao nongol diacara itu.

Mujarab, dengan yakinnya, hadir di acara itu. Mujarab datang dengan kostum setelan jas, hem berdasi, celana panjang, dan pantofel. Semuanya pinjaman kawan-kawan lamanya yang dijanjikan oleh Mujarab foto-foto artis anak pejabat yang kawin tersebut. Dengan membusungkan dada, Mujarab melangkah. Tidak ada helikopter atau limusin yang mengantar. Mujarab berjalan kaki. Namun, kehadirannya di pintu masuk tetap mengundang incaran tustel wartawan. Saking meyakinkannya Mujarab, Sekuriti di pintu masuk gedung pun memberikan ijin masuk kepadanya. Hal ini tidak luput dari pandangan keki ketua warga. Harusnya saya, kata ketua warga, yang dikasi ijin masuk. Kenapa malah makhluk kuckluk itu bisa masuk? Ketua warga yang dengki itu melapor ke bagian Sekuriti mengenai masalah Mujarab.

Mujarab pun, akhirnya, diinterogasi ditempat oleh Sekuriti.

“Hei kamu, siapa kamu sebenernya?”, kata Sekuriti

“Saya Mujarab!”

“Saya tidak tanya nama kamu… Kamu itu siapa berani-beraninya hadir disini?”

“Lho, tadi didepan saya boleh masuk kok!”

“Mana undangannya?!”

“Ketinggalan. Lagian, coba tanya Pejabat-pejabat itu. Pada bawa undangan ngga? Coba tanyain dulu sana…!!!”

“Eh, jangan kurang ajar yah. Pejabat-pejabat itu pantes ada disini. Mereka petinggi negara ini. Tanpa ada mereka, negara ini kacau!”

“Lho pak, justru bapak yang ngga boleh kurang ajar sama saya! Saya ini juga petinggi.”

“Petinggi gimana maksud kamu? Tadi kata ketua warga disitu kamu ini cuma lulusan SMU aja toh?!”

“Ya kalo situ mao percaya sama ketua warga itu sih terserah. Saya tidak mau tanggung kalo kamu lebih percaya orang itu daripada percaya saya. Berani kamu usir saya, saya tidak tahu apa yang akan menimpa kamu”

Sebegitu meyakinkannya Mujarab, sampai-sampai Sekuriti itu terkejut dengan tantangan Mujarab. Sekuriti itu mulai goyah gaharnya.

“Kalau saya boleh tahu, Pak Mujarab ini posisinya apa sih?”

“Itu, lihat itu Gubernur. Saya lebih tinggi dari dia!”

“Wah, Bapak ini setara Dirjen yah? Posisinya apa Pak?”

“Dirjen??? Enak saja kamu. Saya lebih tinggi!”

“Lebih tinggi Pak? Hmm, kalau boleh saya tebak, mungkin Bapak ini setara Dubes ya Pak?”

“Tidak… tidak… Lebih tinggi lagi…”

Sang Sekuriti merasakan bahwa yang berbicara didepannya ini bukan orang sembarangan lagi. Dirinya merasa tidak enak dan melampaui posisinya sebagai staff biasa. Ia melapor ke bossnya. Bossnya, yang lebih cerdik daripada staffnya, masih merasa curiga dengan cerita anak buahnya. Boss Sekuriti inipun, dengan cerdiknya, mengakali Mujarab dengan mengajak ngobrol dalam bahasa Inggris.

Would you excuse me sir…”

“Yes”, Mujarab menjawab dengan yakin.

“My man said that you are a man with a position higher than an ambassador. With such position, I believe I have to give you a special services. Are you really higher than the ambassador?”

Mendengar spesial serfis, Mujarab makin jalan otaknya, “Yes, of course higher than the ambassador!”

“If so, are you a minister, sir?”

“No, I am higher than the minister. Any problem?”

Boss Sekuriti ini pun mulai takut dengan keyakinan Mujarab. Waduh, pikirnya, kalo lebih tinggi dari menteri, berarti sejajar kepala negara dong…

“If you are higher than the minister, maybe then I may guess that you are a Prime Minister?”, dengan keraguan yang amat sangat Boss Sekuriti menanyakan itu.

Dengan mudahnya Mujarab menjawab, “No, I am not. I am higher than a Prime Minister!”

“Then maybe you are a King, a Counselor, or a President?!”

“No, I am higher than them all!!!”

Pusing sudah Boss Sekuriti ini. Sudah habis pertanyaannya. “With all due respect sir, I am sorry to say this, but nobody, in any country in this world, is higher than a King, or a Counselor, or a President. Nobody sir. No one!”

“Excuse me… Repeat again”, pinta Mujarab

Nah, udah mulai ketauan boongnya ini orang, pikir Boss Sekuriti ini.

“Sir, please do not lie to me. Nobody, no one, is higher than a King, a Counselor, or a President in this entire world!”

“YES, I am nobody, no one…!!!”

—mencontek dengan sedikit perubahan dari cerita Nasruddin Hoja—

Posted by: ichsandika | May 28, 2009

Champions…

Memang semalam saya tidak bisa menonton final Liga Champion antara Barcelona vs MU, karena firstmedia dikosan saya tidak menayangkan laga itu secara langsung. Selamat buat Barcelona karena berhasil menang mutlak dari MU 2-0. Jadi, MU dan Barcelona sama-sama treble, memang Allah Maha Adil…

Ada beberapa alasan orang menyukai sepakbola. Yang paling utama adalah dinamikanya yang sangat manusiawi. Kesalahan wasit dalam mengambil keputusan pun dapat ditolerir. Hampir tidak pernah ada keputusan wasit dilapangan yang dianulir, meskipun kesalahan wasit  sangat jelas, yang bahkan tim yang diuntungkan pun tahu bahwa keputusan wasit salah. Karena itulah, praktek diving masih kerap dilakukan oleh pemain, dan terkadang berhasil menipu wasit yang kurang awas. Meskipun seluruh lapangan tahu bahwa pemain tersebut diving, tapi kalo wasit bilang tidak, ya sudah, apes buat yang men-tackle. Hal ini jarang terjadi pada olahraga lain. Human error dari pengadil lapangan diminimalisir dengan penerapan teknologi yang tinggi. Sehingga, keputusan wasit seringkali menunggu data dari alat-alat canggih, baru kemudian keputusan diambil. Hal ini akan membuat olahraga dan kompetisi menjadi membosankan!!! Kesalahan dan kecurangan inilah yang membuat kita bisa merefleksikan sepakbola didalam kehidupan sehari-hari. Chelsea boleh ngamuk-ngamuk karena merasa dicurangi Pak Ovrebo. Tapi terbukti yang mengalahkannya bukan sembarang tim, tapi pemenang Liga Champion. Terbukti memang Barcelona pantas menang dari Chelsea.

Banyak teman-teman saya yang sangat menggemari sepakbola, memiliki tim-tim kesayangannya sendiri-sendiri, bahkan cenderung fanatik. Saya bukan termasuk orang-orang ini, meskipun terkadang iri karena orang-orang ini, begitu bicara tentang timnya dengan sesama fans, seperti berada di dunianya sendiri. Saya tidak punya tim kesayangan kecuali, tentunya, Timnas Merah Putih. Ada beberapa fenomena fanatisme yang menurut saya sedikit menganggu sportifitas sebagai nyawa dari setiap persaingan. Fenomena ini mungkin juga menghinggapi kita diluar konteks sepakbola. Fenomena tersebut adalah, “Saya akan mendukung tim mana pun yang sedang melawan tim yang mengalahkan tim kesayangan saya.” Misal, pendukung Arsenal mendukung Barcelona karena ingin melihat MU kalah, sebab MU-lah biang keladi runtuhnya mimpi Arsenal ke final. Menurut pendukung Arsenal, tidak pantas seandainya saya mendukung MU karena MU telah membuat saya sakit hati. Sakit hati saya akan terobati jika saya melihat MU kalah. Apalagi kalah mutlak. Lega rasanya… Hal ini pernah terjadi (mungkin pada diri kita juga) saat Final Piala AFC 2007. Sebagian besar pendukung Indonesia pasti tidak akan ragu lagi untuk menjagokan Iraq yang berkonfrontasi dengan Saudi di final, iya kan? Karena, Arab lah yang dianggap memupuskan harapan Indonesia untuk lolos babak penyisihan grup dengan gol sialan itu di akhir-akhir pertandingan. Padahal, itu bukanlah pertandingan yang menentukan, masih ada pertandingan melawan Korsel. Tapi secara Korsel dianggap jagoan di AFC, Timnas tidak berharap banyak dari partai itu. Aah, sungguh nikmat rasanya melihat Arab Saudi ditekuk oleh Younis Mahmud dkk di final. Rasain lu, ngalahin Indonesia sih…

worst-sport-environment-soccerNah, kalau menurut saya, ada kesalahan fatal pada logika itu. Dimananya? OK. Tim dukungan kita dikalahkan oleh lawan. Harapan kita pupus tandas. Kita sakit hati, berharap lawan yang mengalahkan tim kita itu tidak dapat pula melangkah lebih jauh, dengan kata lain, ada yang mengalahkan dia di langkah berikutnya. Jadi, dukungan kita akan ditempatkan lebih pada lawannya di tahap berikut. Ok, tim kesumat itu ada yang mengalahkan, dan kita syukuri itu.

Tapi sadarkah kawan, bahwa sekarang ada 2 (dua) tim yang lebih kuat dari tim kesayangan kita. Kita tidak bisa mengalahkan tim X, dan tim X itu tidak dapat mengalahkan tim Y. Nah, mungkinkah kita menganggap bahwa tim kita lebih kuat dari tim Y? Kebanyakan orang akan beranggapan bahwa itu belum bisa dipastikan, karena kita tidak pernah bertemu tim Y. Tapi sayangnya, ada logika matematika yang menyatakan bahwa jika I<X, dan X<Y, maka otomatis I<Y. Bayangkan, jika ternyata tim Y dikalahkan tim A, tim A kalah dari tim B, jadi sebenarnya minimal ada 4 tim yang jauh lebih kuat dari kita kan?

Tahukah kawan bahwa jika kita mengatakan kita mendukung tim Y karena kita sakit hati dengan tim X, itu akan membuat lingkaran logika diatas menjadi penuh. Jadi, agar tidak bisa dipastikan ada berapa tim yang lebih kuat dari tim kesayangan kita, berdoalah bahwa tim yang mengalahkan itulah yang menumbangkan lawan-lawannya di langkah berikutnya sehingga mencapai puncak. Logikanya hanya akan berhenti di I<X, karena yang terjadi berikutnya adalah Y<X, A<X dst. Tidak bisa dibandingkan dengan logika sederhana siapa yang lebih kuat antara I dengan Y jika tidak diadu

Memang logika ini amat sangat menyederhanakan kondisi real di lapangan. Vitalitas pemain, kondisi lapangan, wasit, dan banyak lagi faktor lain bisa jadi akan sangat menentukan hasil akhir, bukan hanya efektifitas strategi dan skill. Logika itu tidak berlaku saat Indonesia mampu mengalahkan Bahrain, Bahrain mengalahkan Korsel, tapi Indonesia kalah dari Korsel. Yang berlaku adalah “bola itu bundar.”

Tapi yang jadi masalah adalah, tanpa adanya logika seperti itu, akan sangat sulit untuk memperkuat mental sebagai orang yang dikalahkan. Karena, orang yang kalah cenderung terbagi ke 2 kutub, yaitu kutub Menyerah dan kutub Bangkit. Pembedanya hanya satu, yaitu motivasi. Semakin tipis motivasinya, orang yang kalah akan cenderung ke kutub Menyerah. Jika kita kalah, lalu melihat bahwa ada tim yang menundukkan tim yang menang dari kita, kita akan cukup puas dengan usaha dan hasil yang didapat selama ini. Kita hanya akan melihat sejauh tim yang mengalahkan kita. Jika kita melihat bahwa ada 2 atau 3 tim yang ternyata lebih kuat dari yang mengalahkan kita, kita akan terus berusaha sampai jarak antara tim kita dengan tim-tim yang kuat-kuat itu menghilang. Apa iya kita mau kalo sudah berlatih sampai muntah-muntah, lalu ternyata masih banyak yang bisa lebih kuat dari kita. Motivasi seperti inilah yang akan terus membuat kita tidak takut untuk kalah demi mengkoreksi diri untuk target yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras

Posted by: ichsandika | May 25, 2009

Welcoming myself…

Sebelum ini saya pernah punya blog sendiri dari Friendster. Sudah ada 2 post saya disitu. Tapi, berhubung kemunduran popularitas Friendster, saya sendiri pun malas untuk meng-update blog saya itu. Padahal, banyak sekali isi kepala saya yang ingin saya share dengan siapapun, seberapa pun tidak pentingnya.

Ooh, maaf. Saya ralat sendiri pernyataan saya. Apapun yang ada didalam isi kepala saya, pastilah itu penting. Dan saya rasa, saking pentingnya isi kepala saya, minimal harus ada 1 orang selain saya yang tahu isi kepala saya… Kenapa isi kepala saya penting? Karena Allah memberikan ilham kepada saya tidak dengan tanpa rencana. Apapun yang mampir didalam isi kepala saya, pasti ada rencana Illahiah dibaliknya. Percaya atau tidak, jika setiap anak, setiap remaja, setiap pemuda, setiap orang di Indonesia berpikir bahwa dirinya terlalu penting untuk diacuhkan, bahwa harus ada orang yang sadar betapa penting dirinya di dunia ini(tentu saja sesuai kapasitasnya), maka tidak akan sulit mencari Orang Penting untuk memajukan Indonesia.

Karena saya merasa isi otak saya penting (penting untuk dibaca, penting untuk dibahas, penting untuk dicela, penting untuk didiamkan, teserah kau lah…), maka saya bikin blog ini agar saudara-saudara sekalian merasakan kehadiran saya di muka bumi ini.

Categories